BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi sudah dilaksanakan di Indonesia mulai tahun ajaran 2004/ 2005. Kurikulum 2004
merupakan refleksi atau
pengkajian ulang terhadap kurikulum 1994.
Kurikulum 2004 atau Kurikulum Berbasis Kompetensi mengutamakan pencapaian standar kompetensi
setiap siswa. Melalui penerapan
kurikulum berbasis kompetensi diharapkan mutu pendidikan di Indonesia dapat
meningkat, yang pada akhirnya menghasilkan lulusan-lulusan
yang berkualitas sebagai generasi penerus bangsa yang dapat dihandalkan.
Di Semarang
saat ini,
Kurikulum 2004
(Kurikulum Berbasis Kompetensi) sudah dilaksanakan di sekolah-sekolah negeri maupun swasta, mulai
dari Sekolah
Dasar (SD),
Sekolah Menengah
Pertama
(SMP) dan
Sekolah Menengah Atas (SMA) atau yang sederajat. SMA Negeri 9 Semarang adalah
salah satu
sekolah yang sudah menggunakan kurikulum
2004. Tentu saja kurikulum
ini mencakup
semua mata pelajaran termasuk
mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Kurikulum 2004
(Kurikulum Berbasis
Kompetensi) mata pelajaran Bahasa Indonesia menitikberatkan pada pencapaian kompetensi siswa yang
meliputi penguasaan empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Pembelajaran Bahasa Indonesia yang berpedoman
pada kurikulum
2004 (Kurikulum
Berbasis Kompetensi),
dalam
pelaksanaannya guru bertindak
sebagai fasilitator
dan
motivator bagi siswa,
jadi guru
tidak menyampaikan materi-materi secara
langsung melalui ceramah kepada
siswa,
melainkan siswa
yang dituntut
untuk aktif dan
kreatif memperoleh
pengetahuan dengan bimbingan guru.
Siswa tidak hanya
menerima dan
menghafal
materi
tentang tata
bahasa, pemajasan, dan sebagainya, tetapi lebih ditekankan pada penguasaan empat keterampilan berbahasa, yaitu keterampilan menyimak, berbicara,
membaca dan menulis.
Begitu juga dengan pembelajaran sastra, siswa harus mampu
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis sastra, bukan
sekadar menghafalkan sejarah sastra atau teori sastra. Siswa harus aktif dan kreatif
menerapkan
teori-teori kebahasaan maupun kesusastraan
dalam kehidupan
nyata.
Belajar bahasa pada hakikatnya adalah mempelajari bagaimana menggunakan
bahasa sebagai
alat komunikasi.
Seseorang bisa
dikatakan berhasil jika dia mampu memanfaatkan bahasa untuk berkomuniukasi, bukan
sekadar menghafalkan
teori-teori
kebahasaan. Mempelajari bahasa meliputi empat keterampilan berbahasa, yaitu
keterampilan menyimak,
berbicara, membaca, dan menulis. Bersama dengan empat
keterampilan tadi kita juga
belajar mengenai kosa kata dan tata bahasa.
Keterampilan menulis
sebagai salah
satu keterampilan
berbahasa
merupakan kegiatan yang produktif
dan ekspresif. Menulis juga merupakan kegiatan
komunikasi tidak langsung.
Ada dua
istilah yang
berhubungan dengan kegiatan menulis, yaitu mengarang dan menulis. Kegiatan mengarang
akan
menghasilkan sebuah karangan, sedangkan kegiatan
menulis
akan menghasilkan
tulisan. Perbedaan dari keduanya yaitu, tulisan dilandasi fakta,
pengalaman, pengamatan, penelitian, pemikiran, atau analisis suatu masalah.
Contoh tulisan antara lain: makalah, proposal,
artikel, buku umum dan buku
pelajaran. Sebaliknya karangan
banyak
dipengaruhi
oleh imajinasi dan
perasaan pengarang, misalnya
cerpen, novel,
puisi (Wiyanto
2004:3). Jadi
dapat disimpulkan bahwa
kegiatan menulis memiliki cakupan
yang luas, tidak
hanya yang
disebutkan di
atas, membuat surat,
pengumuman atau laporan juga termasuk kegiatan menulis. Pada kenyataannya keterampilan-
keterampilan menulis surat,
proposal, pengumuman,
atau laporan
sering dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh
kemampuan
menulis proposal,
proposal merupakan suatu
bentuk rencana atau rancangan yang tertuang
dalam bahasa tulis. Jika
kita akan menyelenggarakan suatu kegiatan,
biasanya terlebih dahulu
kita
harus
menyusun sebuah proposal kegiatan untuk keperluan permohonan izin
atau permohonan bantuan dana.
Begitu juga
ketika kita
akan melakukan
penelitian ilmiah.
Dalam kurikulum 2004
mata
pelajaran Bahasa
Indonesia kelas
XI, terdapat kompetensi dasar menulis proposal. Mengingat pentingnya
kemampuan menulis proposal,
maka kompetensi dasar
menulis
proposal harus
benar-benar dikuasai oleh siswa. Guru harus
pandai memilih pendekatan
dan metode yang tepat sehingga
indikator yang diharapkan dapat tercapai, yaitu siswa mampu menyebutkan unsur-unsur proposal dan mampu menulis proposal
dengan baik. Pendekatan dan metode yang digunakan
guru juga harus mampu merangsang
siswa untuk aktif, kreatif, dan inovatif dalam proses pembelajaran.
Pendekatan kontekstual merupakan sebuah alternatif
dalam pembelajaran Bahasa Indonesia
yang berpedoman
pada kurikulum
2004. Pendekatan kontekstual merupakan
konsep belajar
yang membantu
guru untuk mengaitkan
materi yang disampaikan dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong
keaktifan siswa
untuk menghubungkan pengetahuan yang
dimiliki dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai
anggota keluarga maupun masyarakat (Depdiknas
2003:4).
Dalam pendekatan
kontekstual ada beberapa komponen, di antaranya
adalah komponen inkuiri (menemukan) dan modelling (pemodelan). Inkuiri
berarti menemukan, jadi siswa lebih aktif untuk menemukan pengetahuan- pengetahuan baru, bukan semata-mata menghafal materi dari guru.
Pemodelan (modelling) adalah pemberian contoh dalam proses pembelajaran,
sehingga siswa dapat
mempelajari
pengetahuan baru dari model atau contoh yang dihadirkan guru.
Berdasarkan pengamatan penulis,
hanya sebagian kecil siswa dalam
satu
kelas yang aktif saat mengikuti pembelajaran.
Selain itu, masih ditemui guru yang memilih metode ceramah dalam menyampaikan materi, sehingga
siswa terbiasa hanya menerima
pengetahuan dari
guru, begitu
juga yang
terjadi di SMA
Negeri 9 Semarang. Pendekatan
kontekstual komponen pemodelan dan
inkuiri dirasa
tepat untuk
pembelajaran menulis proposal.
Siswa
tidak akan menghafalkan
pengertian proposal, jenis-jenis proposal atau bagian-bagian
proposal yang
didapatkan dari ceramah guru.
Akan tetapi
siswa
akan menemukan sendiri pengetahuan tersebut dari contoh, kemudian
mampu menulis proposal yang baik untuk berbagai keperluan.
Dari hasil observasi
yang dilakukan oleh penulis, di SMA Negeri 9
Semarang kelas XI IA 2, kompetensi dasar menulis proposal kegiatan telah
diajarkan, tetapi
hasil pembelajaran
belum mencapai target
nilai yang
ditetapkan, yaitu 70. Pembelajaran
menulis
proposal dilaksanakan
melalui
ceramah dan pemberian contoh. Waktu untuk pembelajaran
menulis proposal relatif singkat
sehingga belum dapat
diketahui apakah
seluruh siswa telah
menguasai kompetensi dasar tersebut. Proposal yang
ditulis oleh siswa juga masih terdapat banyak kesalahan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menerapkan pendekatan
kontekstual komponen pemodelan
dan
inkuiri untuk pembelajaran kompetensi dasar menulis proposal kegiatan.
Dalam penelitian ini penulis
memilih
judul Peningkatan Keterampilan
Menulis Proposal Kegiatan dengan
Pendekatan
Kontekstual Komponen Pemodelan dan Inkuiri pada Siswa Kelas XI IA 2 SMA Negeri 9 Semarang.
Cara Downloadnya silahkan klik DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar