BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dewasa ini
persaingan
antar
perusahaan semakin
ketat.
Hal
ini
disebabkan banyaknya perusahaan atau produsen
yang beroperasi di pasar,
baik pasar dalam negeri maupun luar negeri.
Salah satu konsekuensi logis dari perubahan dunia kearah globalisasi
adalah
adanya pergeseran cara pandang dalam
pelaksanaan
perdagangan internasional yang mengarah
kepada perdagangan global.
Hal ini mengakibatkan munculnya
pasar bebas dunia yang pada gilirannya
akan mengakibatkan meningkatnya persaingan di pasar internasional dan kaitannya dalam dunia bisnis maka masalah yang
dihadapi perusahaan adalah
semakin ketatnya persaingan, oleh karena itu perusahaan harus dapat menjalankan
strategi
bisnisnya
yang
tepat
agar
mampu
bertahan dalam menghadapi persaingan
yang terjadi.
Meningkatnya persaingan itu
telah
mendorong adanya
kebijakan mengenai standar kualitas yang berskala
internasional. Salah
satu standar internasional yang
berkembang pesat
di bidang industri dan perdagangan
adalah standar sistem manajemen kualitas ISO seri 9000 yang telah diadopsi
Indonesia menjadi
SNI
seri
19-9000
(Suardi:25). Standar ini
menjamin
konsistensi kualitas produk baik barang maupun jasa dengan memperhatikan kepuasan pelanggan.
Setiap usaha dalam persaingan tinggi selalu berkompetisi dengan industri yang
sejenis. Agar bisa memenangkan kompetisi, pelaku bisnis harus memberikan perhatian penuh terhadap
kualitas
produk.
Perhatian
pada
kualitas memberikan
dampak positif kepada
bisnis melalui dua cara yaitu dampak
terhadap
biaya-biaya
produksi
dan
dampak terhadap pendapatan (Gaspersz,2002: 3). Dampak
terhadap biaya produksi terjadi
melalui proses pembuatan produk
yang memiliki derajat
konformasi yang tinggi
terhadap standar-standar sehingga
bebas dari tingkat kerusakan
yang mungkin. Dampak terhadap peningkatan pendapatan terjadi
melalui peningkatan penjualan atas produk yang
berkualitas yang berharga tinggi.
Salah satu tujuan perusahaan adalah meningkatkan laba terutama dari
kegiatan operasinya. Oleh karena itu, manajer perusahaan dalam mengambil
keputusan-keputusannya ditujukan untuk meningkatkan laba. Strategi bisnis untuk meningkatkan keunggulan bersaing dapat
dilakukan
melalui usaha peningkatan kualitas.
Perusahaan yang
menjadikan
kualitas sebagai alat
strategi
akan mempunyai keunggulan bersaing terhadap kompetitornya dalam menguasai pasar karena tidak semua perusahaan mampu mencapai superioritas kualitas. Dalam hal ini
perusahaan
dituntut untuk menghasilkan
produk
dengan
kualitas tinggi, harga rendah dan pengiriman
tepat waktu.
Proses produksi yang memperhatikan kualitas akan menghasilkan produk yang bebas dari
kerusakan.
Hal
ini
dapat
menghindarkan adanya pemborosan
dan inefisiensi sehingga biaya
produksi per unit dapat ditekan dan harga produk dapat menjadi
lebih kompetitif.
Produk yang memiliki kualitas yang lebih tinggi atau memiliki kualitas yang tinggi dengan harga
yang lebih kompetitif akan menjadi
incaran konsumen,
sehingga dengan
demikian perusahaan yang
memiliki produk
berkualitas akan
mudah mendapatkan
keuntungan karena produknya terjual.
Sedangkan menurut penelitian terdahulu
Ika Puspita Ayu Kumala Sari
(2006) Peranan Biaya
Kualitas dalam Upaya
Mengendalikan Produk Rusak Pada PT. Sendi Pratama Pekalongan
dengan
hasil
ada
pengaruh
secara
simultan antara biaya
kualitas
(biaya pencegahan dan biaya
penilaian)
terhadap produk rusak, hasil perhitungan secara parsial menunjukkan bahwa komponen biaya
kualitas memiliki pengaruh yang berbeda
terhadap produk rusak. Supraptowo (2007) Pengaruh
Biaya Kualitas Terhadap Pengendalian
Produk Cacat Pada PT. Metec dengan hasil penelitian masing-masing biaya
kualitas (biaya pencegahan, biaya penilaian dan biaya kegagalan internal mempunyai
perilaku berbeda terhadap produk
cacat. Biaya pencegahan dan biaya kegagalan internal mempunyai pengaruh
yang
signifikan
terhadap
produk cacat, namun biaya penilaian tidak. Nita Andriasih
(2002)
yang
meneliti tentang Analsis Biaya Kualitas pada PT. Primatecxo menunjukkan bahwa ada hubungan
yang
positif
antara
biaya
pencegahan
dan
biaya
penilaian, biaya kegagalan terhadap penjualan.
Hal ini berarti ketika biaya pencegahan dan biaya penilaian
naik maka jumlah unit rusak turun, sehingga biaya kegagalan internal maupun biaya kegagalan
eksternal akan turun juga
maka
jika produk rusak turun
pencaipaian terhadap
penjualan akan tinggi.
Dari hasil ketiga penelitian sebelumnya
tersebut dapat diketahui
bahwa hasil analisis biaya kualiatas (biaya
pencegahan
dan
biaya
penilaian
terhadap
produk rusak memiliki hasil yang berlainan, sehingga berdasarkan penelitian yang sebelumnya penelitian ini akan dikaji
lebih lanjut kebenaran yang ada
sehingga apa yang menjadi hasil dalam penelitian ini dapat mempertegas persepsi dan memperkuat teori yang sudah ada.
Merujuk dari teori
Hansen
dan
Mowen
(2001:
963)
kualitas
adalah
tingkat atau nilai keunggulan, dalam arti kualitas merupakan
tolok ukur relatif terhadap kebaikan. Secara operasional kualitas suatu barang atau jasa adalah sesuatu yang memenuhi harapan pelanggan. Kualitas
suatu produk atau jasa
merupakan sesuatu yang
memenuhi harapan pelanggan melalui delapan dimensi, yaitu kinerja,
estetika, kemampuan memberikan
jasa, daya
tahan, kesesuaian, dan kecocokan dengan kegunaan.
Untuk mencapai
produk
yang
berkualitas, perusahaan harus selalu
melakukan pengawasan dan
peningkatan terhadap kualitas produknya, sehingga akan diperoleh hasil akhir yang optimal. Kualitas yang meningkat akan mengurangi terjadinya
produk rusak sehingga akan meningkatkan laba, karena peningkatan kualitas
ini akan mengakibatkan biaya-biaya yang terus menurun dan naiknya
pangsa pasar. Biaya yang dikeluarkan dalam kaitannya
dengan usaha peningkatan kualitas produk
disebut biaya kualitas.
Menurut Fandy dan Anastasia (2003:
34) biaya kualitas
adalah biaya yang terjadi atau
mungkin akan terjadi karena kualitas yang buruk. Jadi, biaya kualitasadalah
biaya yang berhubungan dengan penciptaan,
pengidentifikasian, perbaikan dan
pencegahan kerusakan.
Biaya
kualitas dapat dikelompokkan menjadi
empat
golongan,
yaitu
biaya pencegahan,
biaya penilaian, biaya kegagalan
internal dan biaya kegagalan eksternal.
Biaya pencegahan adalah biaya yang terjadi untuk mencegah kerusakan
produk yang dihasilkan. Biaya penilaian adalah biaya yang terjadi
untuk
menentukan apakah produk
dan jasa sesuai
dengan persyaratan-persyaratan
kualitas. Biaya kegagalan internal adalah biaya yang terjadi karena ada
ketidaksesuaian dengan persyaratan dan terdeteksi sebelum barang dan jasa tersebut dikirimkan ke pihak luar (pelanggan). Biaya
kegagalan eksternal adalah biaya
yang
terjadi
karena
produk
atau
jasa
gagal memenuhi
persyaratan-persyaratan yang diketahui setelah produk tersebut
dikirimkan kepada para pelanggan.
Sistem biaya kualitas
dapat dipakai oleh perusahaan sebagai
pengukur keberhasilan program perbaikan kualitas.
Hal ini berkaitan dengan kebutuhan perusahaan yang
harus selalu
memantau dan melaporkan
kemajuan dari program perbaikan tersebut.
Apabila suatu perusahaan ingin melakukan program perbaikan kualitas, maka perusahaan harus mengidentifikasi biaya- biaya yang dikeluarkan pada masing-masing
dari
keempat kategori biaya dalam sistem
pengendalian kualitas
(Gaspersz, 2002: 172). Untuk itu suatu
perusahaan perlu untuk membuat laporan biaya kualitas.
Menurut Feigenbaum (1992:119) informasi yang
ada dalam laporan biaya kualitas secara garis besar
memberikan manfaat (1) Sebagai alat untuk mengukur
kinerja (2) Sebagai alat analisis
mutu proses (3) Sebagai alat pemprograman
(4) Sebagai alat penganggaran yaitu untuk
membuat anggaran pengeluaran dalam mencapai program
pengendali mutu (5) Sebagai
alat peramal yaitu
untuk mengevaluasi dan
menjamin prestasi produk
dalam
memenuhi persaingan pasar.
PT. Industri Sandang Nusantara Unit Patal
Secang merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam pemintalan benang tenun. Jenis-
jenis benang tenun yang dihasilkan itu diantaranya adalah
Benang Cotton, dan Benang
Rayon.
Perusahaan
telah mengeluarkan biaya kualitas
untuk
mengurangi atau menghilangkan produk rusak, tetapi
kenyataannya masih terdapat produk rusak. Untuk itu perlu dilakukan pengendalian terhadap biaya kualitas yang dikeluarkan oleh perusahaan secara efektif dan efisien.
Berikut adalah jumlah biaya
kualitas
yang
dikeluarkan
oleh
PT.
Industri Sandang
Nusantara Unit Patal Secang dari tahun 2004
– 2006:
Tahun
|
2004
|
2005
|
2006
|
Jumlah
|
Rp.270.292.860
|
Rp.274.029.910
|
Rp.271.450.520
|
Dari data di atas diketahui bahwa perusahaan telah mengeluarkan biaya kualitas yang cukup
besar, akan tetapi dalam kenyataannya masih terjadi persentase produk rusak yang cukup tinggi dari hasil
produksi
yang
dihasilkan. Hal ini dapat diketahui
dari data di bawah ini:
Tahun
|
2004
|
2005
|
2006
|
Jumlah
Produksi
|
3.988.618
|
3.889.280
|
3.996.548
|
Jumlah
Produk Rusak
|
240.114
|
245.528
|
249.208
|
Rata - rata
|
0,0627
|
0,0615
|
0,0624
|
Meskipun perusahaan telah mengeluarkan biaya kualitas yang cukup
besar, tetapi dari data di atas tampak bahwa produk rusak yang terjadi pada PT.
Industri Sandang Nusantara Unit Patal Secang mencapai
6,22 % dari hasil produksi yang dihasilkan padahal
perusahaan telah menetapkan standar produk rusak sebesar
2%.
Hal
inilah yang
mendorong
perusahaan
ingin
mengetahui pengaruh biaya kualitas terhadap pencegahan produk rusak.
Berdasarkan uraian di atas secara teoritis dengan naiknya biaya kualitas
dapat menurunkan jumlah
produk
rusak.
Di
dalam
mengeluarkan
biaya
kualitas perlu dilakukan pengendalian agar mencapai biaya yang optimal,
namun pada kenyataannya PT. Industri Sandang Nusantara
Unit Patal Secang
sudah mengeluarkan
biaya
kualitas
akan tetapi produk rusak
tetap
ada.
Sehingga perlu diadakan penelitian secara
empiris
apakah ada pengaruh antara biaya kualitas
terhadap
produk
rusak.
Dengan
adanya fenomena tersebut di
atas, maka
dalam
penelitian
ini penulis
mengambil judul: “Pengaruh Biaya
Kualitas
terhadap Produk Rusak pada PT.
Industri
Sandang Nusantara Unit Patal Secang Tahun 2004 - 2006”.
Cara Downloadnya silahkan klik DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar