Senin, 06 Agustus 2012

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Industri Batik Di Kawasan Sentra Batik Laweyan Solo (A18)

BAB I PENDAHULUAN

A.                     Latar Belakang Masalah.

Batik sebagai bagian dari budaya jawa boleh dikatakan masih cukup kuat   keberadaannya ditengah  masyarakat,  karena  batik  telah  diangkat sebagai  pakaian  nasional  yang mempunyai  ciri  khas  dan  menunjukkan identitas  bangsa,  dikenakan  oleh  pejabat maupun  masyarakat  luas  dalam berbagai acara resmi, bila  ditelaah secara mendalam batik menjadi gebyar dan tak lebih dari sekedar pakaian  saja. Karena batik merupakan Uwoh pangolahing budi” leluhur jawa yang maksudnya batik mengandung filsafat yang   mendalam yang memberikan   ajaran    kebaikan  (Kalinggo Honggopuro,2002:V).

Kenyataannya batik yang bernilai seni tinggi pada awalnya merupakan produk  kerajinan tangan.  Berfungsi  sebagai  benda  keperluan  adat  atau berfungsi sakral, kini batik sudah dianggap  sebagai benda pakai sehari-hari yang  fungsinya  lebih  praktis  terutama  bahan sandang.  Pergeseran  fungsi yang  drastis  ini,  antara  lain  mengakibatkan  banyak bermunculan  sentra industri kerajinan batik, baik dalam skala besar maupun skala kecil.

Industri kecil dan menengah (IKM) termasuk industri kerajinan dan industri rumah tangga yang perlu dibina menjadi usaha yang semakin efisien dan  mampu  berkembang mandiri,  meningkatkan  pendapatan  mayarakat, membuka  lapangan  kerja  dan makin mampu  meningkatkan  peranannya dalam menyediakan barang dan jasa serta berbagai  komponen baik untuk keperluan pasar dalam negeri maupun luar negeri. Di Indonesia IKM juga sangat   berperan  walaupun  pada  awalnya  lebih  dilihat  sebagai  sumber penting kesempatan kerja dan motor penggerak utama dalam pembangunan ekonomi di daerah pedesaan, di luar sektor pertanian. Tetapi seiring dengan proses globalisasi dan perdagangan bebas, IKM kini merupakan salah satu sumber penting peningkatan ekspor non migas (Tulus tambunan,2002:1).
 
Keberadaan industri kecil di Indonesia masih terjamin dan potensial untuk berkembang, terutama perusahaan kecil di daerah pedesaan (Marbun, 1993:27). Perusahaan          kecil     di          Indonesia             dilihat   dari      potensi  dan keberadaannya  ada  harapan  untuk berkembang.  Hal  ini  didukung  usaha mereka untuk mengembangkan usaha perusahaan dengan cara membuka diri dan  memperbaharui diri serta menyesuaikan gerak hidup usahanya dengan dasar-dasar managemen mutakhir (Marbun:1993:31).

Solo menjadi sentral budaya jawa di Jawa tengah. Seni batik tulis juga sangat  terkenal di daerah Solo, hingga sempat marak istilah perang usaha batik. Hal ini  dikarenakan sesama pengusaha  batik saling bersaing  untuk mendapatkan  keuntungan  sebanyak-banyaknya,  misal  seorang  pengusaha batik akan menjual batik dengan kualitas sama tetapi harganya lebih murah bila dibandingkan dengan  pengusaha yang lain. Sentra industri batik Solo yang terbesar di daerah laweyan. Kampung Laweyan merupakan salah satu kampung yang ada di kecamatan  Laweyan. Menurut Badan Pusat Statistik Kota Surakarta pada tahun 2002, Kampung Laweyan yang luasnya 0,248 kilometer persegi berpenduduk 2.2425 jiwa (Kompas, 27 September 2004).

Di kawasan laweyan ada kampung Laweyan, Tegal Sari, Tegal Ayu, Batikan, dan Jongke, yang penduduknya banyak yang menjadi produsen dan pedagang  batik, sehingga pada tahun 1912  didirikanlah  Syarekat Dagang Islam                (SDI)  yaitu  asosiasi  pedagang batik   pribumi            pertama, (http://JawaPalace.org//Kota   Solo.   Wikipedia.htm.  access  22september 2005)

Kurang lebih 95% pengrajin  batik yang ada di kelurahan Laweyan hingga  sekarang masih bertahan walau produk yang dihasilkan mengalami pasang surut.  Kemampuan yang dilakukan oleh pengrajin batik tulis untuk bisa  mempertahankan  produknya  sampai sekarang  ini  disebabkan  karena modal yang disediakan tidak  terlalu besar berkisar antara 1-5 juta rupiah, tenaga kerja yang digunakanpun juga tidak terlalu banyak antara 5-20 orang.

Disamping itu pemerintah mulai memberi perhatian pada batik tulis yang dihasilkan oleh pengrajin batik tulis di Laweyan. Perhatian pemerintah itu diwujudkan pada tahun 2005 dengan dicanangkannya hari kamis sebagai hari batik  yang setiap instansi pemerintah diwajibkan mengenakan busana batik. Hal tersebut dilakukan untuk memasyarakatkan batik tulis dikalangan masyarakat umum.(www.  Suara Merdeka. Com / harian / 0504 / 20 / Nas 25.htm.4k PNS wajib kenakan batik,27 maret 2006), Sejauh ini, sebagian besar pengusaha batik memperoleh omzet Rp 10 juta–Rp  15 juta per bulan, meski ada juga yang beromzet puluhan milyar pertahunnya. Dari jumlah tenaga kerja, seluruh pengusaha masih tergolong usaha  kecil menengah (UKM) karena mempekerjakan tidak lebih dari 100 orang.(http://www.gkbi.info/ Batik  Laweyan  Minim  Inovasi,22  september 2005.

Permasalahan paling sulit yang sedang  dihadapi oleh pengrajin batik tulis adalah keterbatasan modal. Kekurangan modal yang dihadapi oleh para pengrajin  batik disebabkan oleh keterbatasan  fasilitas-fasilitas perkreditan khususnya yang  diberikan oleh lembaga keuangan formal (bank)  maupun lembaga non bank seperti  Kredit Usaha Kecil (KUK), Koperasi. Kesulitan untuk memperoleh pinjaman disebabkan jaminan (agunan) yang kurang.

Industri kecil dan menengah dalam kegiatan usahanya tidak lepas dari masalah-masalah yang  dihadapi,  antara  lain  masalah  persaingan  modal, pemasaran, pengadaan bahan baku,  sumber daya manusia.

Alasan dalam penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan industri batik di kawasan sentra batik Laweyan, Solo adalah :
1.  Dari beberapa industri batik yang gulung tikar masih ada industri batik yang masih tetap bertahan dan eksis berkembang sampai saat ini bahkan mampu meningkatkan hasil produksinya.
2.  Industri batik diusahakan penduduk sebagai mata pencaharian pokok yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan pendapatan keluarga serta membuka kesempatan kerja dan banyak menyerap tenaga kerja khususnya penduduk disekitar kecamatan Laweyan.
3.  Adanya program pencanangan kampung batik Laweyan oleh Pemerintah.

Dari ketiga alasan diatas membuat peneliti tertarik untuk melaksakan penelitian  pada usaha  industri  batik  di  kawasan  sentra  industri  batik Laweyan, Solo.

Cara Downloadnya silahkan klik DISINI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar