BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Gejolak ekonomi yang selalu mengalami perubahan telah
mempengaruhi kegiatan
dan
kinerja
perusahaan,
baik
perusahaan
kecil
maupun besar. Oleh karena itu perusahaan harus memanfaatkan
sumber daya yang tersedia seefisien
dan seefektif mungkin
sehingga lebih berguna
dan dapat mempertahankan atau meningkatkan kinerja perusahaannya. Salah satu
faktor yang mencerminkan kinerja suatu perusahaan adalah laporan keuangan yang harus dibuat oleh pihak manajemen
secara teratur.
Perusahaan perbankan merupakan lembaga keuangan yang berfungsi
sebagai perantara keuangan, selain
itu
bank
juga
sebagai
lembaga yang memperlancar lalu
lintas pembayaran.
Landasan kegiatan usaha bank adalah kepercayaan dari
nasabah, sebagai lembaga kepercayaan, bank
dalam operasinya lebih
banyak
menggunakan
dana
dari masyarakat dibanding dengan modal sendiri dari pemilik atau pemegang
saham, oleh karena itu
pengelola bank dalam melakukan
usahanya
dituntut
untuk
dapat
menjaga
keseimbangan antara pemeliharaan
likuiditas yang cukup
dengan pencapaian
rentabilitas yang wajar, serta pemenuhan
modal
yang
memadai,
dengan
kondisi yang demikian maka kinerja keuangan
bank dapat dikatakan baik (Sumarta,
2000:50).
Alasan dipilihnya perusahaan perbankan
sebagai
objek
penelitian
adalah bahwa perbankan merupakan cerminan dari kepercayaan investor kepada stabilitas makro dan sistem perbankan di suatu negara.
Meningkatnya harga saham
perbankan di Indonesia menunjukkan
harapan
besar
investor
kepada berlanjutnya pertumbuhan kredit dan stabilitas ekonomi makro negara ini. Sedangkan alasan
dipilihnya
laba
perusahaan
yang diproksi
melalui Earning Before Tax (EBT) sebagai
variabel dependen
dengan alasan
untuk menghindari pengaruh
penggunaan
tarif
pajak
yang
berbeda
antar
periode
yang dianalisis.
Alasan
yang
lain
bahwa
kinerja
perusahaan
dari
sisi
manajemen mengharapkan
laba
yang
tinggi karena semakin tinggi
laba
perusahaan semakin flexible perusahaan dalam menjalankan aktivitas
operasional perusahaan. Bila
laba
perusahaan tinggi maka manajemen
mempunyai dua pertimbangan apakah tidak membagikan deviden atau dengan membagikan
deviden. Bila tidak membagi deviden maka laba ditahan untuk periode berikutnya besar sehingga
kas untuk periode
berikutnya bertambah sedangkan bila perusahaan mengambil kebijakan untuk
membagikan deviden
dengan harapan agar mendapatkan investor baru
untuk
menambah modal
perusahaan.
Sumber utama indikator
yang dijadikan dasar penilaian perusahaan adalah laporan keuangan
yang bersangkutan. Berdasarkan laporan keuangan
perusahaan dapat dihitung sejumlah
rasio
keuangan
yang
lazim
dijadikan
dasar penilaian kinerja perusahaan. Analisis rasio
keuangan
perusahaan
merupakan salah satu
alat
untuk
memperkirakan atau
mengetahui
kinerja perusahaan. Apabila kinerja
perusahaan publik meningkat
nilai perusahaan akan semakin tinggi.
Laporan keuangan pada
dasarnya merupakan hasil
dari
proses akuntansi yang disajikan dalam
bentuk
kuantitatif, dimana informasi-
informasi yang disajikan didalamnya dapat membantu berbagai pihak (intern
maupun ekstern) dalam mengambil keputusan yang sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Hanafi dan Halim (2000: 30) tujuan pelaporan keuangan adalah
bahwa
pelaporan
keuangan harus
memberikan
informasi yang bermanfaat untuk investor, kreditur, dan pemakai lainnya, saat ini
maupun potensial (masa mendatang), untuk
pembuatan keputusan investasi, kredit dan investasi semacam lainnya.
Sehingga informasi akuntansi
diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan yang rasional dalam praktik bisnis. Untuk itu laporan keuangan harus mampu menggambarkan posisi
keuangan dan
hasil-hasil usaha perusahaan pada saat tertentu
secara wajar. Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No.2 Qualitative Characteristikcs of Accounting
Information dalam Warsidi, (2000)
menjelaskan bahwa salah satu karakteristik kualitatif yang harus
dimiliki informasi akuntansi agar tujuan pelaporan keuangan tercapai adalah
prediksi.
Merujuk pada pendapat
Hanafi dan Halim (2000:30) serta
pernyataan dalam SFAC maka informasi akuntansi seperti yang tercantum
dalam
pelaporan keuangan dapat digunakan oleh investor maupun kreditur sekarang dan potensial dalam memprediksi
penerimaan dari deviden dan bunga di masa yang akan datang.
Besarnya deviden yang akan diterima investor
tergantung dari besarnya laba yang akan diterima perusahaan pada masa yang akan datang, karena deviden merupakan bagian keuntungan (laba) perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham. Maka dari itu, prediksi perubahan
laba menjadi sangat penting
bagi seorang investor.
Salah satu informasi dari laporan keuangan
yang sering diperhatikan adalah laba. Laba bisa menjelaskan kinerja perusahaan selama satu periode di masa lalu.
Informasi ini tidak
saja ingin diketahui oleh manajer tetapi juga investor dan pihak-pihak lain yang berkepentingan seperti
pemerintah dan bank.
Data laba periode
tertentu bersama-sama dengan data keuangan
lainnya kemudian dievaluasi
perkembangannya untuk dibandingkan dengan data sebelumnya. Namun demikian, manajer, investor dan pemakai lain juga ingin
mengetahui kinerja perusahaan di masa depan, misalnya satu atau dua tahun
ke depan.
Bagi investor informasi laba masa depan bisa mempengaruhi keputusan investasi
mereka. Investor tentu mengharapkan laba perusahaan di masa depan lebih baik dibandingkan sebelumnya. Jika perusahaan tidak bisa memenuhi
harapan investor, ada kemungkinan
investor
akan
melakukan divestasi. Calon
investorpun mengharapkan hal
yang
serupa. Sebelum
menanamkan modalnya pada suatu perusahaan, investor akan mempertimbangkan
prospek perusahaan di masa depan.
Bagi manajemen
perusahaan,
prediksi laba satu tahun ke depan merupakan
bagian dari rencana bisnis
tahunan perusahaan. Prediksi
tersebut kemudian dibandingkan dengan
laba aktual sehingga diperoleh selisih lebih atau selisih kurang. Perbedaan inilah
yang nantinya
menjadi perhatian manajemen di dalam evaluasi tahunan.
Dalam Statement
of
Financial
Accounting
Concepts no. 1 (1992) mengenai informasi laba, disebutkan bahwa informasi laba berfungsi untuk menilai kinerja
manajemen, membantu memperkirakan kemampuan laba
dalam jangka
panjang, memprediksi laba,
dan
menaksir risiko
dalam meminjam atau dalam
investasi.
Laba merupakan
indikator
penting dari laporan keuangan yang
memiliki berbagai kegunaan. Laba pada umumnya dipakai sebagai suatu dasar
pengambilan keputusan investasi, dan prediksi untuk
meramalkan perubahan laba yang akan datang.
Investor mengharapkan dana yang diinvestasikan ke dalam perusahaan akan memperoleh tingkat
pengembalian yang tinggi sehingga laba yang diperoleh
jadi tinggi pula. Laba yang diperoleh perusahaan untuk tahun yang akan datang tidak dapat dipastikan, maka perlu adanya suatu prediksi perubahan laba. Perubahan
laba akan berpengaruh terhadap
keputusan investasi para investor
dan calon investor yang akan menanamkan modalnya
kedalam perusahaan. Dan laba sebagai indikator untuk
mengetahui kinerja keuangan perusahaan,
apakah
mengalami kenaikan atau penurunan
yaitu
melalui perbandingan secara
horisontal. Perubahan kenaikan
atau penurunan itu akan mempengaruhi kebijakan keuangan
untuk kegiatan selanjutnya, seperti kebijakan
mengenai deviden, pembayaran utang, penyisihan, investasi, dan menjaga kelangsungan kegiatan perusahaan.
Laba menurut Muljono (1999:95) merupakan kelebihan
hasil (revenue) dari biaya
seluruh pos pendapatan (gain) dan rugi dari biaya tidak
termasuk bunga, pajak
dan
bagi
hasil. Perubahan laba merupakan
perbedaan
antara
pendapatan dalam suatu periode dan biaya yang dikeluarkan untuk
mendatangkan perubahan laba. Dalam akuntansi,
perbandingan
tersebut
memiliki dua tahap
proses pengukuran secara fundamental yaitu
pengakuan pendapatan sesuai dengan prinsip realisasi dan pengakuan biaya. Perbandingan yang tepat atas pendapatan dan biaya, dilakukan
dalam laporan perubahan laba rugi.
Penyajian informasi
perubahan
laba
melalui laporan tersebut merupakan fokus kinerja perusahaan yang penting dibanding
dengan pengukuran kinerja yang mendasarkan pada gambaran
meningkatnya atau menurunnya
modal bersih. Lebih lanjut informasi perubahan
laba juga dapat digunakan untuk memprediksi pertumbuhan perubahan laba di masa mendatang.
Di Indonesia terdapat beberapa penelitian mengenai studi terhadap analisa rasio keuangan
dalam
memprediksi
pertumbuhan laba diantaranya Machfoedz (1994)
dan Nur Fadjrih Asyik dan Sulistyo
(2000). Sedangkan studi mengenai analisa rasio keuangan
dalam memprediksi
laba pertumbuhan laba diantaranya pada
industri
perbankan dilakukan oleh Zainuddin
dan
Jogiyanto (1999), dan Bahtiar Usman (2003). Machfoedz (1994)
menggunakan rasio keuangan
untuk mengevaluasi kinerja suatu perusahaan diatur oleh pemerintah untuk BUMN (Badan Usaha Milik Negara).
Perusahaan swasta secara sukarela mengikuti peraturan tersebut dengan cara melaporkan beberapa
rasio
keuangan
yang
sama sebagai tambahan dari laporan keuangan yang dilaporkan. Machfoedz (1994) menunjukkan likuiditas jangka pendek (short term liqudity) terdiri dari cash
to current liability, cash flow to current liability, quick
asset to current liability
dan current asset to current liability. Secara
teoritis keempat rasio
likuiditas tersebut
merupakan rasio keuangan
yang terbaik dalam memprediksi
laba satu tahun mendatang
(Machfoedz, 1994). Namun
dari hasil penelitian Mahfoedz (1994) terbukti
hanya cash
flow
to
current
liability (CFCL) yang
signifikan untuk memprediksi
laba satu tahun mendatang.
Menurut penelitian
yang
telah
dilakukan
Zainuddin
dan
Jogiyanto
(1999) menguji kegunaan rasio keuangan dalam memprediksi perubahan
laba yang berdasarkan pada rasio CAMEL. Penelitian tersebut
dilakukan terhadap perusahaan perbankan
yang
terdaftar di BEJ, penelitian ini menunjukkan bahwa secara individu
rasio
keuangan
yang
terdiri dari
capital (termasuk CAR),
assets, earning (termasuk ROA), dan liquidity (termasuk LDR) tidak signifikan dalam memprediksi
perubahan laba. Akan tetapi pada tingkat
construct rasio keuangan
CAMEL signifikan dalam
memprediksi
perubahan laba.
Usman, Bahtiar (2003) dalam
penelitiannya menunjukkan pengaruh rasio keuangan dalam memprediksi perubahan laba pada
bank-bank
di
Indonesia, dimana rasio-rasio yang digunakan adalah:
Quick Ratio, Loan to
Deposit Ratio (LDR), Operating Profit Margin (OPM), Net Profit Margin (NPM), Biaya Operasional terhadap Pandapatan
Operasional (BOPO), Return on Asset (ROA), Capital Adequacy Ratio (CAR), Leverage Multiplier, Credit Risk Ratio
(CRR) dan Deposit
Risk
Ratio
(DRR).
Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa Quick Ratio,
Return
on
Asset
(ROA), Leverage
Multiplier dan
Deposit
Risk
Ratio
(DRR)
merupakan variabel yang tepat
digunakan untuk memprediksikan laba perusahaan
pada
masa yang akan datang. Sedangkan BOPO, LDR, OPM, NPM, CAR,
dan CRR mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap laba pada tahun mendatang.
Sementara Asyik, Nur Fadjrih dan Sulistyo (2000) penelitiannya menunjukkan bahwa rasio-rasio
keuangan yang dapat digunakan untuk
memprediksi laba perusahaan antara lain: (1)
Deviden Payout to Sales Ratio (DIV/NI); (2) Sales to Total Asset Ratio (S/TA); (3) Net Income to Sales (NIS); (4) Market to Book Ratio; (5) Return on Asset (ROA); dan (6) Debt to TotaL Asset (DTA).
Untuk dapat
menginterpretasikan informasi akuntansi
yang
relevan
dengan tujuan dan kepentingan
pemakainya telah dikembangkan teknik analisis yang didasarkan pada laporan keuangan
yang dipublikasikan. Salah satu teknik tersebut yang popular diaplikasikan dalam praktik bisnis adalah analisa rasio keuangan. Menurut
Kasmir (2004:263), rasio keuangan bank yang
dianggap penting
dapat
diketahui dengan
tiga
rasio
yaitu
rasio solvabilitas, likuiditas, dan rentabilitas.
Solvabilitas merupakan
indikator yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan untuk membayar semua utang-utang baik utang
jangka panjang maupun utang jangka pendek. Berdasarkan teori struktur modal menunjukkan penggunaan hutang akan meningkatkan tambahan laba operasi perusahaan Karena pengembalian dari dana ini melebihi
bunga yang harus dibayar,
yang
berarti
meningkatkan keuntungan bagi
investor
dan
perusahaan yaitu labanya akan mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya. Rasio ini bertujuan
untuk
mengukur efisiensi bank dalam
menjalankan aktivitasnya. Dengan
demikian rasio ini mempunyai
hubungan yang positif terhadap perubahan laba.
Dalam
dunia
perbankan rasio solvabilitas sama dengan rasio permodalan,
yang
dapat
dihitung
dengan
Capital Adequacy Ratio (selanjutnya disingkat CAR).
Likuiditas merupakan indikator yang mengukur kemampuan
perusahaan untuk memenuhi atau
membayar
kewajibannya (simpanan masyarakat) yang harus segera dipenuhi.
Perusahaan yang mampu memenuhi
kewajiban keuangannya dengan tepat waktu berarti perusahaan
tersebut dalam keadaan likuid.
Dalam
dunia perbankan rasio likuiditas
dapat
diketahui
dengan Loan
to
Deposit Ratio (selanjutnya disingkat
LDR). Rasio LDR merupakan
rasio
kredit
yang
diberikan
terhadap
dana
pihak
ketiga
yang
diterima oleh bank
yang
bersangkutan.
Besarnya
LDR akan
berpengaruh
terhadap laba melalui penciptaan kredit. LDR yang tinggi mengindikasikan
adanya penanaman dana dari pihak ketiga yang besar ke dalam bentuk kredit.
Kredit yang besar akan meningkatkan laba. Pertumbuhan likuiditas berlawanan arah dengan pertumbuhan laba yaitu jika pertumbuhan likuiditas menunjukkan adanya peningkatan dana
yang mengaggur sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan laba satu tahun kedepan
akan menurun (Zainuddin dan
Jogiyanto, 1999:80).
Rentabilitas merupakan rasio yang mengukur efektivitas perusahaan dalam memperoleh
laba, atau dengan kata lain rentabilitas merupakan rasio yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rentabilitas dalam dunia perbankan
dapat dihitung dengan Return on Assets
(selanjutnya disingkat
ROA).
ROA mempunyai hubungan
yang
positif
terhadap perubahan laba (Hasibuan, 2004:100).
Membaiknya
(CAR, LDR, ROA) akan meningkatkan perolehan
laba perusahaan perbankan, sehingga dapat diprediksikan perubahan
laba pun akan meningkat. Namun dalam
praktik
yang
sesungguhnya
tidak
semua teori tersebut sesuai dengan kenyataan
yang ada, hal ini dapat dilihat
pada Tabel 1.1 di bawah ini:
Tabel 1.1 Data CAR, LDR, ROA dan Perubahan
Laba (dalam persen)
No
|
Nama Bank
|
Tahun
|
CAR
|
LDR
|
ROA
|
Per.
Laba
|
1
|
Bank Buana Indonesia
|
2003
|
14,15
|
37,66
|
2,23
|
-10,66
|
|
|
2004
|
13,89
|
50,63
|
2,52
|
29,27
|
|
|
2005
|
17,19
|
67,24
|
3,08
|
19,25
|
|
|
2006
|
23,50
|
62,20
|
2,72
|
-7,06
|
2
|
Bank Internasional
Indonesia
|
2003
|
51,32
|
32,44
|
-2,55
|
1,15
|
|
|
2004
|
38,73
|
37,48
|
-1,95
|
4,15
|
|
|
2005
|
20,43
|
55,06
|
0,42
|
-130,91
|
|
|
2006
|
16,16
|
67,34
|
0,96
|
139,94
|
(Sumber : Indonesia
Capital Market Directory)
Dari Tabel 1.1 terlihat bahwa PT. Bank Internasional Indonesia mempunyai nilai CAR yang mengalami penurunan
pada tahun 2005 ke tahun 2006 yaitu sebesar
20,43% ke 16,16%,
namun perubahan laba yang dialami
justru mengalami kenaikan
dari -130,91% pada tahun 2005 dan naik menjadi 139,94% pada tahun 2006. Hal ini berbeda dengan PT. Bank Buana Indonesia nilai CAR mengalami kenaikan pada tahun 2005 ke tahun 2006, yaitu sebesar17,19% naik menjadi
23,50% namun laba yang diperoleh justru mengalami
penurunan sebesar 19,25% pada tahun 2005 turun menjadi -7,06% pada tahun 2006. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan teori
yang
ada
yaitu
bahwa
semakin tinggi nilai CAR maka laba yang diperolehpun akan semakin tinggi, sehingga perubahan labapun meningkat.
Dari Tabel
1.1
juga
dapat
dilihat
bahwa
PT
Bank
Internasional
Indonesia mempunyai LDR yang makin meningkat pada tahun 2003-2004, namun perubahan laba yang terjadi justru mengalami kenaikan. Hal
yang sama juga terjadi pada PT Bank Buana Indonesia pada tahun 2003-2004. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan teori yang ada bahwa semakin tinggi nilai LDR
maka laba yang
diperoleh
akan
turun sehingga perubahan labapun
akan
mengalami penurunan.
Selain itu dari Tabel dapat dilihat juga bahwa PT Bank Internasioanal
Indonesia mempunyai ROA yang makin
meningkat
dari
tahun
2004-2005
yaitu sebesar -1,95% pada tahun 2004 naik menjadi
0,42% pada tahun
2005, namun perubahan
laba justru mengalami penurunan yang cukup signifikan sebesar 4,15% pada tahun 2004 turun menjadi -130,91%
pada tahun 2005. Hal
yang sama juga terjadi
pada PT. Bank Buana Indonesia dengan ROA yang
naik dari tahun 2004-2005. Sebesar 2,52%
naik
menjadi 3,08%, namun perubahan laba justru mengalami penurunan dari 29,27% pada tahun 2004 turun menjadi 19,25%,
pada tahun 2005. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan
teori yang ada bahwa semakin tinggi nilai ROA maka laba yang diperoleh akan mengalami kenaikan, dan sebaliknya sehingga
perubahan labapun akan meningkat.
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan
dapat ditunjukkan hasil yang tidak konsisten untuk waktu
dan
tempat
yang
berbeda,
bahkan
diantaranya kontradiktif terhadap yang lainnya. Hal ini tentunya menarik perhatian penulis
ditambah lagi adanya fenomena ketidaksesuaian antara teori
yang ada dengan kenyataan yang sesungguhnya. Maka dari itu penelitian ini dimaksudkan untuk melakukan pengujian
lebih lanjut temuan-temuan empiris mengenai
rasio
keuangan
(CAR,
LDR
dan
ROA)
dalam memprediksikan
perubahan laba.
Cara Downloadnya silahkan klik DISINI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar